KATA
PENGANTAR
Assalamualaikum
Wr. Wb
Puji
syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan
hidayah-Nya yang telah dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “ Pendidikan Kejuruan di Indonesia”. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar
Pendidikan Kejuruan.
Penulis menyadari sepenuhnya masih banyak terdapat kekurangan dalam
penyusunan makalah ini, baik dari segi isi maupun penulisannya. Untuk itu
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun senantiasa penulis
harapkan demi penyempurnaan makalah ini dimasa yang akan datang.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih atas segala bantuan
semua pihak sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi penulis, pembaca maupun pihak-pihak yang membtuhkan.
Wassalamualaikum Wr.Wb.
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Memasuki era global, dunia pendidikan di Indonesia pada saat ini dan yang
akan datang masih menghadapi tantangan yang semakin berat serta kompleks. Indonesia
harus mampu bersaing dengan negara-negara lain, baik dalam produk, pelayanan,
maupun dalam penyiapan sumber
daya manusia. Pendidikan kejuruan sebagai salah satu sub sistem dalam sistem
pendidikan nasional diharapkan mampu mempersiapkan dan mengembangkan SDM yang
bisa bekerja secara profesional di bidangnya, sekaligus berdaya saing dalam
dunia kerja. Namun dalam perjalanannya pendidikan kejuruan tetaplah dihadapkan
pada segenap tantangan, diantaranya adalah perubahan ketenagakerjaan yang
begitu cepat, stigma negatif SMK yang masih melekat sehingga menghambat
kemajuan pendidikan kejuruan itu sendiri, ketersediaan sarana dan prasarana,
dan permasalahan-permasalahan lain yang menuntut segera diatasi ditengah arus
globalisasi ini.
Globalisasi adalah suatu proses tatanan masyarakat yang mendunia dan tidak
mengenal batas wilayah. Pada era ini setiap negara akan mudah memasuki
Indonesia dan berinvestasi di negeri ini sehingga akan membawa pengaruh pula
terhadap jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia. Era pasar bebas juga
merupakan tantangan bagi dunia pendidikan Indonesia, khususnya pendidikan
kejuruan dalam mempersiapkan lulusan yang mampu berdaya saing. Untuk menghadapi
pasar global maka kebijakan pendidikan nasional harus dapat meningkatkan mutu
pendidikan kejuruan, baik akademik maupun non-akademik, dan memperbaiki
manajemen pendidikan agar lebih produktif dan efisien serta memberikan akses
seluas-luasnya bagi masyarakat untuk mendapatkan pendidikan. Oleh sebab itulah
bangsa dan pendidikan kejuruan khususnya dituntut untuk mampu mencetak SDM yang
berkualitas dan bermoral yang dipersiapkan untuk terlibat dan berkiprah dalam
kancah globalisasi.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1. Apa
yang dimaksud pendidikan kejuruan?
2. Apa
fungsi dan tujuan pendidikan kejuruan?
3. Bagaimana
implementasi pendidikan teknologi kejuruan di indonesia?
4.
Apa saja permasalahan di SMK
serta bagaimana solusinya?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
PENDIDIKAN KEJURUAN
Menurut
Djojonegoro (1998), pendidikan kejuruan adalah bagian dari sistem pendidikan
yang mempersiapkan orang agar lebih mampu bekerja pada satu kelompok pekerjaan
atau satu bidang pekerjaan daripada bidang lainnya.
Menurut Evans
(dalam Muliaty, 2007: 7) pendidikan kejuruan merupakan bagian dari sistem
pendidikan yang mempersiapkan seseorang agar lebih mampu bekerja pada satu
kelompok pekerjaan atau satu bidang pekerjaan daripada bidang-bidang pekerjaan
lain.
Sebelumnya
Hamalik (2001:24) juga menyatakan bahwa pendidikan kejuruan adalah suatu bentuk
pengembangan bakat, pendidikan dasar keterampilan dan kebiasaan-kebiasaan yang
mengarah pada dunia kerja yang dipandang sebagai latihan keterampilan.
Sedangkan Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional: "Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan yang mempersiapkan
siswa untuk bekerja dalam bidang tertentu". Arti pendidikan kejuruan ini
telah dijabarkan lebih spesifik dalam Peraturan Nomor 29 Tahun 1990 tentang
Pendidikan Menengah yaitu: "Pendidikan menengah kejuruan adalah pendidikan
pada jenjang pendidikan menengah yang mengutamakan pengembangan kemampuan siswa
untuk pelaksanaan jenis pendidikan tertentu".
Meskipun
definisi-definisi diatas berbeda-beda namun pada prinsipnya memiliki tujuan
yang sama yaitu mencetak individu-individu yang siap bersaing didunia industri.
Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan kejuruan adalah suatu sistem
pendidikan yang mempersiapkan siswa atau individu-individu untuk memasuki dunia
kerja dan menjadi manusia yang produktif dan memiliki skill.
B.
FUNGSI
DAN TUJUAN PENDIDIKAN KEJURUAN
1. Fungsi
Pendidikan kejuruan memiliki
multi-fungsi yang kalau dilaksanakan dengan baik akan berkontribusi besar
terhadap pencapaian tujuan pembangunan nasional. Fungsi-fungsi dimaksud antara
lain meliputi :
1) Sosialisasi,
yaitu transmisi nilai-nilai yang berlaku serta norma-normanya sebagai
konkrititasi dari nilai-nilai tersebut. Nilai-nilai yang dimaksud adalah teori
ekonomi, solidaritas, religi, seni, dan jasa yang cocok dengan konteks
Indonesia.
2) Kontrol Sosial,
yaitu kontrol perilaku agar sesuai dengan nilai sosial beserta norma-normanya,
misalnya kerjasama, keteraturan, kebersihan, kedisiplinan, kejujuran dan
sebagainya.
3) Seleksi dan
alokasi, yaitu mempersiapkan, memilih dan menempatkan calon tenaga kerja sesuai
dengan tanda-tanda pasar kerja, yang berarti bahwa pendidikan kejuruan
harus berdasarkan ”demand-driven.”
4) Asimilasi
dan konservasi budaya, yaitu abosrbsi terhadap kelompok-kelompok lain dalam
masyarakat, serta memelihara kesatuan dan persatuan budaya.
5) Mempromosikan
perubahan demi perbaikan, yaitu pendidikan tidak sekedar berfungsi
mengajarkan apa yang ada, tetapi harus berfungsi sebagai ”pendorong
perubahan.”
Dapat diringkas bahwa pendidikan kejuruan berfungsi sekaligus sebagai
”akulturasi” (penyesuaian diri) dan ”enkulturasi” (pembawa perubahan). Karena
itu, pendidikan kejuruan tidak hanya adaptif terhadap perubahan, tetapi
juga harus antisipatif.
2.
Tujuan
UUSPN No. 20 tahun 2003 pasal 15,
menyatakan pendidikan menengah kejuruan bertujuan untuk menyiapkan peserta
didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu. Tujuan tersebut dapat
dijabarkan lagi oleh Dikmenjur (2003) menjadi tujuan umum dan tujuan khusus,
sebagai berikut :
Tujuan umum, sebagai bagian dari
sistem pendidikan menengah kejuruan SMK bertujuan :
1) Menyiapkan
peserta didik agar dapat menjalani kehidupan secara layak,
2) Meningkatkan
keimanan dan ketakwaan peserta didik,
3) Menyiapkan
peserta didik agar menjadi warga negara yang mandiri dan bertanggung jawab,
4) Menyiapkan
peserta didik agar memahami dan menghargai keanekaragaman budaya bangsa
indonesia,
5) Menyiapkan
peserta didik agar menerapkan dan memelihara hidup sehat, memiliki wawasan
lingkungan, pengetahuan dan seni.
Tujuan
khusus, SMK bertujuan :
1)
Menyiapkan peserta didik agar dapat bekerja, baik
secara mandiri atau mengisi lapangan pekerjaan yang ada di dunia usaha dan
industri sebagai tenaga kerja tingkat menengah, sesuai dengan bidang dan
program keahlian yang diminati
2)
Membekali peserta didik agar mampu memilih karir, ulet
dan gigih dalam berkompetensi dan mampu mengembangkan sikap profesional dalam
bidang keahlian yang diminati,
3)
Membekali peserta didik dengan ilmu pengetahuan dan
teknologi (iptek) agar mampu mengembangkan diri sendiri melalui jenjang pendidikan
yang lebih tinggi
Kompetensi lulusan pendidikan kejuruan sebagai subsistem dari sistem
pendidikan nasional menurut Depdikbud (2001) adalah :
1) Penghasil tamatan
yang memiliki keterampilan dan penguasaan IPTEK dengan bidang dari tingkat
keahlian yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan,
2) Penghasil tamatan
yang memiliki kemampuan produktif, penghasil sendiri, mengubah status tamatan
dari status beban menjadi aset bangsa yang mandiri,
3) Penghasil penggerak
perkembangna industri Indonesia yang kompetitif menghadapi pasar global
4) Penghasil tamatan
dan sikap mental yang kuat untuk dapat mengembangkan dirinya secara
berkelanjutan.
Dikmenjur (2000) mengatakan bahwa hasil
kerja pendidikan harus mampu menjadi pembeda dari segi unjuk kerja,
produktifitas, dan kualitas hasil kerja dibandingkan dengan tenaga kerja tanpa
pendidikan kejuruan. Jadi pendidikan kejuruan adalah suatu lembaga yang
melaksanakan proses pembelajaran keahlian tertentu beserta evaluasi berbasis
kompetensi, yang mempersiapkan siswa menjadi tenaga kerja setingkat teknisi.
C.
IMPLEMENTASI
PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN DI INDONESIA
Penyelengaraan pendidikan kejuruan
di indonesia sudah ada sejak lama,sejarahnya adalah sebagai berikut:
·
Sekolah kejuruan pertama pada tahun 1853 dibangun oleh
Belanda yang bernama sekolah pertukangan Surabaya(Ambacht School van Soerabaia)
·
Di bandung dibuka ambacht school and ambacht leergang
yang kemudian menjadi sekolah teknik ciroyom.
·
Kemudian pendidikan kejuruan di indonesia berkembang
menjadi pendidikan kejuruan seperti saat ini.
Penerapan PTK( Pendidikan Teknologi Kejuruan) di Indonesia saat ini
didasari oleh undang–undang no. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas,dimana dalam
pelaksanaannya menggunakan prinsip-prinsip Pendidikan Kejuruan menurut Charles
Prosser yang dikenal sebagai 16 filosofi PTK. Namun dalam pelaksanaannya semua
prinsip-prinsip tersebut belumlah dapat terpenuhi seluruhnya dikarenakan
berbagai masalah diantaranya kurangnya peralatan, manajemen, biaya, dll. Selain
mengadopsi prinsip-prinsip tersebut di Indonesia juga mengadopsi system
pendidikan yang dilakukan di jerman yaitu pendidikan system ganda (PSG) dimana
para siswa tidak hanya belajar di sekolah namun juga belajar di tempat
industry,sehingga diharapkan para siswa bisa mengetahui dan beradaptasi dengan
situasi dunia kerja yang nyata dan diharapkan dapat menyerap ilmu pengetahuan
dan menjadikannya bekal untuk berkarya di masa yang akan datang. Namun dalam
pelaksanaannya pun masih mengalami banyak kendala diantaranya masih rendahnya
kesadaran para wirausahawan terhadap dunia pendidikan, sehingga kadang para
siswa masih sulit mendapatkan tempat praktik industry,dll.
Terdapat tiga model penyelenggaraan pendidikan kejuruan, sebagaimana
dikemukakan oleh Hadi (dalam Muliaty, 2007:8-9).
·
Model 1
Dalam model ini,
pemerintah tidak memiliki peran, atau perannya hanya bersifat marginal dalam
proses kualifikasi pendidikan kejuruan. Model ini sifatnya liberal, namun
tetap berorientasi pada pasar (market-oriented model) permintaan tenaga
kerja. Perusahaan-perusahaan sebagai pemeran utama juga dapat menciptakan
desain pendidikan kejuruan yang tidak harus berdasarkan pada prinsip pendidikan
yang bersifat umum karena dalam hal ini perusahaan sebagai sponsor dan
pendukung dana sehingga pemerintah dalam hal ini tidak memiliki pengaruh kuat
dalam melakukan intervensi atau campurtangan terhadap perusahaan. Negara-negara
yang menganut model ini adalah Inggris, Amerika Serikat dan Jepang.
·
Model 2
Model ini
disebut juga model sekolah (school model), yang bersifat birokrat. Dalam
hal ini, pemerintah sendiri yang melakukan perencanaan, pengorganisasian dan memantau
pelaksanaan pendidkan kejuruan. Seperti menentukan jenis pendidikan apa yang
harus dilaksanakan di perusahaan, bagaimana desain silabusnya, begitu pula
dalam hal pendanaan dan pelatihan yang harus dilaksanakan oleh perusahaan tidak
selalu berdasarkan permintaan kebutuhan tenaga kerja ataupun jenis pekerjaan
saat itu. Walaupun model ini disebut school model, namun pelatihan dapat
dilaksanakan sepenuhnya di perusahaan. Beberapa negara seperti Perancis,
Italia, Swedia serta banyak negara-negara lain melaksanakan model ini.
·
Model 3
Model ini
disebut juga model pasar dikontrol pemerintah (state controlled market)
dan model sistem ganda (dual system) yang sistem pembelajarannya
dilaksanakan di dua lokasi, yaitu di sekolah kejuruan dan di mitra kerja (dunia
usaha dan industri) yang keduanya saling membantu dalam menciptakan kemampuan
kerja lulusan yang handal. Negara yang menggunakan sistem ini diantaranya
Swiss, Austria, Jerman.
Indonesia sempat menerapkan model pendidikan sistem
ganda di Indonesia(model 3), namun gagal
diterapkan secara optimal dan menyeluruh di semua SMK, karena kesulitan mencari
mitra industri yang mau diajak kerja sama. Saat ini yang terlaksana hanya on
the job training, dan model pendidikan kejuruan yang diterapkan adalah model
sekolah (school model).
D. PERMASALAHAN
DI SMK DAN SOLUSINYA SERTA SISTEM MANAJEMEN SEKOLAH YANG BAIK
a. Peminat kurang
Peminat SMK
memiliki nilai yang rendah karena pencitraan SMK yang kurang baik. Selama ini
masyarakat memandang bahwa SMA lebih bagus dari pada SMK. Anggapan ini
berdampak pada minat masyarakat untuk memasukkan anaknya ke SMK. Padahal
tidak semua SMA lebih bagus daripada SMK. Banyak SMK yang memiliki keunggulan
lebih bila dibandingkan dengan SMA. Untuk mengatasi rendahnya minat masyarakat
pada SMK, maka perlu untuk melakukan pencitraan yang lebih baik dari sebelumnya
dengan mengedepankan keunggulan-keunggulan yang dimiliki serta rencana
pengembangan sekolah yang visioner. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah
mengikuti Lomba Keterampilan Siswa (LKS) SMK.
LKS SMK ini dipandang penting dalam upaya meningkatkan kapasitas siswa SMK agar
nantinya lebih siap merebut peluang kesempatan kerja yang jumlahnya terbatas,
sementara peminatnya besar dan LKS diharapkan dapat meningkatkan citra SMK dan
mepromosikan perkembangan kualitas perfomen kerja yang dimiliki siswa.
b. Sarana dan prasarana belum memadai
Sarana dan
prasarana merupakan penunjang yang penting dalam kegiatan belajar mengajar
seperti gedung, alat peraga dan praktek serta laboratorium. Faktor lainnya yang
juga menentukan kualitas lulusan SMK atau perguruan tinggi teknik adalah sarana
dan prasarana. Jika standar tersebut belum terpenuhi para siswa tidak dapat
mempraktekkan atau latihan untuk menerapkan ilmu yang telah diperolehnya dari
guru.
Jika sekolah tidak memiliki atau kekurangan fasilitas
praktik maka akan menimbulkan kesenjangan antara pemahaman teori dan praktik
yang pada akhirnya akan menghasilkan mutu lulusan yang rendah. Praktik
merupakan kegiatan yang tidak terpisahkan dalam proses belajar mengajar di
pendidikan kejuruan.
Oleh karena
itu, pihak sekolah diharapkan mampu mengembangkan kerjasama dengan dunia
usaha/industri serta memperluas akses guna memberikan informasi peluang kerja
bagi siswa di SMK.
c. Kurangnya guru yang berkompeten di bidangnya
Berdasarkan
Undang-undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 yang dimaksud dengan guru yang
berkualitas adalah guru yang profesional. Banyak guru di SMK yang kurang
berkompeten pada mata pelajaran yang diampunya. Hal ini terjadi karena
kurangnya guru yang berkompeten untuk mengampu pelajaran tertentu. Sehingga
kegiatan belajar mengajar terjadi apa adanya (menggugurkan kewajiban mengajar/
pemenuhan posisi pengajar saja). Oleh karena itu, untuk menanggapi masalah
tersebut, perlu perekrutan guru secara cermat dan sesuai dengan kebutuhan.
d. Biaya operasional tidak memadai
Inilah pentingnya menjalain hubungan kerjasama dengan dunia usaha dan
industri yaitu dapat membantu pendanaan operasional sekolah. Sekolah memerlukan
adanya wadah antara dunia industri dengan dunia pendidikan yang menyediakan
program pembelajaran berorientasi kerja. Kerjasama tersebut diharapkan mampu
memberikan bantuan pendanaan dalam melaksanakan program keahlian yang optimal.
Selain itu, dapat menggunakan dana BOS. Menurut hasil beberapa survei, jumlah
BOS tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pengeluaran pendidikan yang
sebenarnya. Banyak Kabupaten/Kota bersedia membiayai kekurangan ini tetapi
mereka tidak mengetahui cara menghitungnya. Analisis Anggaran Pendidikan dan
Biaya Satuan Operasional Sekolah (BOSP), yang difasilitasi oleh DBE1-USAID,
mendorong dinas pendidikan kabupaten dan pemangku kepentingan terkait untuk
menganalisis biaya satuan pendidikan sebagai dasar untuk menentukan alokasi
pendidikan secara keseluruhan per Kabupaten/Kota. Hasil analisis ini digunakan
untuk mengetahui apakah terjadi kekurangan dana terutama ketika dana BOS tidak
cukup untuk menutupi biaya-biaya. Kekurangan dana dapat ditutupi dengan dana
APBD kabupaten atau provinsi atau dengan sumbangan dari masyarakat.
e. Mutu lulusan rendah
Untuk menciptakan mutu lulusan yang baik maka SMK atau lembaga perguruan
tinggi perlu memperbanyak praktek kerja di industri, jika praktek kerja
diindustri tidak ada atau sedikit mutu lulusan yang dihasilkan juga kurang
bagus. Peran
industri semakin penting karena perkembangan teori pendidikan dan
pembelajaran kejuruan lebih banyak menempatkan DU/DI sebagai tempat belajar
cara kerja yang efektif.
f. Daya serap industry dan wirausahawan rendah
Daya serap
lulusan SMK terhitung rendah karena kompetensi yang dimiliki siswa kurang
memadai, selain itu karena jumlah industry yang memperkerjakan lulusan SMK
tidak terlalu banyak. Terlepas dari daya serap industry, salah satu luaran SMK
adalah harus dapat berwiraswasta, namun sayangnya tidak banyak juga lulusan SMK
yang dapat berwiraswasta dikarenakan rendahnya kreatifitas yang dimiliki
lulusan SMK.
Sebagai
calon tenaga profesional, siswa atau mahasiswa selain dituntut untuk menguasai
kopetensi-kompetensi yang diberikan, juga dituntut untuk menjadi seorang
individu yang kreatif, sehingga dapat menghasilkan inovasi-inovasi baru, baik
itu dalam menghasilkan produk atau memberikan pelayanan berupa jasa. Disamping
itu, selain disiapkan untuk menjadi calon tenaga profesional, dalam pendidikan
formalnya seorang siswa atau mahasiswa juga dibekali pengetahuan dan keahlian
untuk berwiraswasta.
g. System
manajemen yang digunakan
System
manajemen yang akan digunakan adalah system Management Berbasis Sekolah (MBS),
yaitu model pengelolaan yang memberikan
kemandirian kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif
yang melibatkan secara langsung semua warga sekolah sesuai dengan standar
pelayanan mutu yang ditetapkan oleh pemerintah pusat, Provinsi, Kabupaten dan
Kota. Pada prinsipnya MBS bertujuan untuk memberdayakan sekolah dalam
menetapkan berbagai kebijakan internal sekolah yang mengarah pada peningkatan
mutu dan kinerja sekolah secara keseluruhan. MBS merupakan salah satu upaya
pemerintah untuk mencapai keunggulan masyarakat bangsa dalam penguasaan
ilmu dan teknologi, yang dinyatakan dalam GBHN. MBS merupakan respon pemerintah
terhadap gejala-gejala yang muncul di masyarakat, bertujuan untuk meningkatkan
efisiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan. peningkatan efisiensi, antara lain,
diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumber daya partisipasi masyarakat dan
penyederhanaan birokrasi. Sementara peningkatan mutu dapat diperoleh, antara
lain, melalui partisipasi orang tua terhadap sekolah, fleksibilitas pengelolaan
sekolah dan kelas, peningkatan profesionalisme guru dan kepala sekolah. Peningkatan
pemerataan antara lain diperoleh melalui peningkatan partisipasi masyarakat
yang memungkinkan pemerintah lebih berkonsentrasi pada kelompok tertentu.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Pendidikan kejuruan sebagai salah satu sub
sistem dalam sistem pendidikan nasional diharapkan mampu mempersiapkan dan
mengembangkan SDM yang produktif dan memiliki skill seta bermoral sehingga bisa bekerja secara profesional di bidangnya, sekaligus berdaya saing dalam
dunia kerja yang semakin menuntut akan kualitas SDM. Pendidikan kejuruan juga dibuat
untuk melatih peserta didik agar dapat menyesuaikan diri dan membawa perubahan
positif bagi kemajuan bangsa dengan potensi-potensi yang dimilikinya.
Dalam perjalanannya pendidikan kejuruan tak lepas dari tantangan, diantaranya adalah stigma negatif SMK yang masih melekat
sehingga menghambat kemajuan pendidikan kejuruan itu sendiri, ketersediaan
sarana dan prasarana, tenaga didik yang kurang kompeten dalam bidangnya, daya serap industri dan wirausahawan rendah, serta permasalahan-permasalahan lain yang menuntut untuk segera diatasi. Oleh karena itu dibutuhkan kerjasama baik
pemerintah, pihak sekolah dan pihak DU/DI, dan pihak-pihak yang terlibat
didalamnya untuk menciptakan sistem pendidikan kejuruan yang lebih produktif
dan efesien sehingga bisa mencetak SDM yang bisa bersaing dan memenuhi
tantangan dalam pasar global.
B.
SARAN
Baik
pemerintah, pihak sekolah maupun peserta didik itu sendiri harus lebih sadar
dengan perannya masing-masing sebagai pelaku pendidikan dan dapat bekerja sama
dalam membangun dan mengembangkan sistem pendidikan kejuruan yang produktif dan
efesien untuk mencetak SDM yang berkualitas dan kompeten dalam bidangnya.
Tentunya semua itu tidak akan terwujud tanpa dukungan dan kerjasama dari
masyarakat.
DAFTAR
PUSTAKA