Rabu, 14 Desember 2016

PERMASALAHAN PENDIDIKAN

BAB VII
PERMASALAHAN PENDIDIKAN

A. Permasalahan Pokok Pendidikan dan Penanggulangannya
Pendidikan mempunyai tugas menyiapkan sumber daya manusi untuk pembangunan. Pembangunan sistem pendidikan berkaitan erat dengan sistem sosial budaya. Karena suatu masalah intern dalam sistem pendidikan selalu ada kaitannya dengan masalah-masalah diluar sistem pendidikan itu sendiri  termasuk masalah sosial budaya.
Pada dasarnya ada dua masalah pokok yang dihadapi oleh dunia pendidikan Indonesia yaitu:
a.       Bagaimana setiap warga negara dapat menikmati pendidikan.
b.      Bagaimana pendidikan dapat membekali peserta didikm dengan keterampilan kerja yang mantap untuk dapat terjun ke dalam kancah kehdupan bermasyarakat.

     B. Jenis Permasalahan Pokok Pendidikan
Berdasarkan masalah pokok pendidikan yang dihadapi Indonesia, maka permasalahan tersebut dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis yaitu:
1.      Masalah pemerataan pendidikan
Masalah ini timbul apabila masih banyak warga negara khususnya anak usia sekolah yang tidak ditampung dalam lembaga pendidikan karena kurangnya fasilitas pendidikan yang tersedia.
Pada jenjang pendidikan dasar, kebijaksanaan penyediaan memperoleh kesempatan pendidikan didasarkan atas pertimbangan faktor kuantitatif, karena warga negara perlu diberikan dasar yang sama. Pada jenjang pendidikan menengah dan pendidikan jenjang tinggi, kebijakan pemerataan didasarkan atas pertimbangan kualitatif dan relevansi, yaitu minat dan kemamampuan anak, keperluan tenaga kerja, dan keperluan pengembangan masyakat, kebudayaan, ilmu, dan teknologi agar tercapai keseimbangan antara faktor minat dengan kesempatan memperoleh pendidikan.
Upaya untuk pemerataan pendidikan terus berkembang. Pada Pelita III titik berat diletakkan pada perluasan pendidikan khususnya pada tingkat SD. Dalam realisasinya dicanangkan kebijaksanaan pemerintah yang disebut delapan jalur pemerataan salah satunya pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan. Dalam Pelita IV menitik beratkan pada peningkatan mutu dan perluasan pendidikan dasar serta perluasan kesempatan belajar pada tingkat pendidikan menengah. Dalam Pelita V menitik beratkan pada pembangunan pendidikan diletakkan pada peningkatan mutusetiap jenjang dan jenis pendidikan, serta perluasan kesempatan belajar pada jenjang pendidikan menengah dalam rangka perluasan wajib belajar untuk pendidikan menengah tingkat pertama.
Usaha pemerataan melelui jalur pendidikan luar sekolah didukung oleh dua faktor yaitu perkembangan IPTEK dan dianutnya konsep pendidikan sepanjang hidup yang tidak memebatasi pendidikan berdasarkan usia dan penyediaan sekolah.

Pemecahan Masalah Pemerataan Pendidikan
Langkah-langkah yang ditempuh pemerintah untuk mengatasi masalah pendidikan melalui dua cara yaitu:
1)      Cara konvensional antara lain:
a.       Membangun gedung sekolah seperti SD Inpres dan ruangan belajar
b.      Menggunakan gedung sekolah untuk double shift ( sistem pergantian pagi dan sore)
2)      Cara inovatif antara lain:
a.       Sistem Pamong (pendidikan oleh masyarakat, orang tua, dan guru) atau Inpacts System (Intructional Management by parent, Community and Teacher). Sistem tersebut dirintis di Solo dan didiseminasikan ke beberapa provinsi.
b.      SD kecil pada daerah terpencil.
c.       Sistem Guru Kunjung.
d.      SMP terbuka (ISOSA – In School Out Off School Approach).
e.       Kejar Paket A dan B.
f.        Belajar Jarak Jauh, seperti Universitas Terbuka.

2.      Masalah mutu pendidikan
Mutu pendidikan dipermasalahkan jika hasil pendidikan belum mencapai taraf seperti yang diharapkan.
Permasalahan mutu pendidikan dapat dikelompokkan menjadi dua masalah yaitu yang pertama terletak pada pemrosesan pendidikan dimana kelancaran pemrosesan pendidikan ditunjang oleh komponen pendidikan yang terdiri dari peserta didik, tenaga kependidikan, kurikulum,sarana pembelajaran bahkan masyarakat sekitar. Yang kedua mencakup masalah pemerataan mutu.
Acuan usaha pemerataan mutu pendidikan dimaksudkan agar sistem pendidikan khususnya sistem persekolahan dengan segala jenis dan jenjangnya di seluruh pelosok tanah air mengalami peningkatan mutu pendidikan sesuai dengan situasi dan kondisinya masing-masing.

Pemecahan Masalah Mutu Pendidikan
Upaya pemecahan masalah mutu pendidikan dalam garis besarnya meliputi hal-hal yang bersifat fisik dan perangkat lunak, personalia, dan manajemen sebagai berikut :
a.       Seleksi yang lebih rasional terhadap masukan mentah, khususnya untuk SLTA dan PT.
b.      Pengembangan kemampuan tenaga kependidikan melalui studi lanjut, misalnya berupa pelatihan, penataran, seminar, kegiatan-kegiatan kelompok studi seperti PKG dan lain-lain.
c.       Penyempurnaan kurikulum.
d.      Pengembangan prasarana yang menciptakan lingkungan yang tenteram untuk belajar.
e.       Penyempurnaan sarana belajar seperti buku paket, media pembelajaran dan pembelajaran laboratorium.
f.        Peningkatan administrasi manajemen khususnya yang mengenai anggaran.
g.       Kegiatan pengendalian mutu yang berupa kegiatan-kegiatan:
1)      Laporan penyelenggaraan pendidikan oleh semua lembaga pendidikan.
2)      Supervisi dan monitoring pendidikan oleh penilik dan pengawas.
3)      Sistem ujian nasional/negara seperti Ebtanas, Sipenmaru/UMPTN.
4)      Akreditasi terhadap lembaga pendidikan untuk menetapkan atatus suatu lembaga.

3.      Masalah efesiensi pendidikan
Masalah efesiensi pendidikan mempersoalkan bagaimana suatu sistem pendidikan mendayagunakan sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan pendidikan. Beberapa masalah efesiensi pendidikan yang penting yaitu:
a.       Bagaimana tebaga kependidikan difungsikan.
b.      Bagaimana prasarana dan sarana pendidikan digunakan.
c.       Bagaimana pendidikan diselenggarakan.
d.      Masalah efisiensi dalam memfungsikan tenaga.
Beberapa masalah tersebut dapat diuraikan menjadi:
1)      Masalah pengangkatan terletak pada kesenjangan antara stok tenaga yang tersedia dengan jatah pengangkatan yang sangat terbatas.
2)      Masalah penempatan guru, khususnya penempatan guru bidang studi yang tidak disesuaikan dengan kebutuhan dilapangan.
3)      Masalah pengembangan tenaga kependidikan biasanya terlambat, khususnya saat diberlakukannya kurikulum baru.
4)      Penggunaan sarana dan prasarana pendidikan yang tidak efisien sebagai akibat kurang matangnya perencanaan dan sering juga karena perubahan kurikulum.
5)      Diadakannya dan didistribusikannya sarana pembelajaran tanpa dibarengi dengan pembekalan kemampuan, sikap dan keterampilan calon pemakai, ataupun tanpa dilandasi konsep yang jelas.

4.      Masalah relevansi pendidikan
Masalah relevansi pendidikan mencakup sejauh mana sistem pendidikan dapat menghasilkan luaran yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan. Umumnya sistem pendidikan (lembaga yang menyiapkan tenaga kerja) memproduksi jumlah luaran yang lebih besar daripada yang dibutuhkan dan jumlah kebutuhan lebih besar daripada pengangkatan, dengan akibat bahwa setiap tahunnya selalu terjadi penumpukan tenaga kerja yang menunggu pekerjaan.
      Dari masalah pemerataan, mutu, efisiensi, dan relevansi pendidikan masing-masing dikatakan teratasi jika pendidikan:
1)      Dapat menyediakan kesempatan pemerataan belajar. Artinya semua warga negara yang membutuhkan pendidikan dapat ditampung dalam suatu satuan pendidikan.
2)      Dapat mencapai hasil yang bermutu. Artinya perencanaan, pemrosesan pendidikan dapat mencapai hasil sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan.
3)      Dapat terlaksana secara efisien. Artinya pemrosesan pendidikan sesuai dengan rancangan dan tujuan yang ditulis dalam rancangan.
4)      Produknya yang bermutu tersebut relevan. Artinya hasil pendidikan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan pembangunan.

Keterkaitan Antara Masalah-Masalah Pendidikan
            Pada dasarnya pembangunan di bidang pendidikan menginginkan tercapainya pemerataan pendidikan dan pendidikan yang bermutu sekaligus. Namun hal itu sulit karena pada saat upaya pemerataan pendidikan sedang dilancarkan, maka pada saat yang sama mutu pendidikan belum dapat diwujudkan. Ada dua faktor yang memengaruhinya yaitu:
1)      Gerakan perluasan pendidikan untuk melayani pemerataan kesempatan pendidikan bagi rakyat memerlukan banyak penghimpunan dan pengerahan dana dan daya.
2)      Kondisi satuan-satuan pendidikan pada saat demikian mempersulit upaya peningkatan mutu karena jumlah murid dalam kelas terlalu banyak, pengerahan tenaga pendidik yang kuarng kompeten, kurikulum yang kuaran mantap, sarana yang tidak memadai, dan sebagainya.
Karena kondisi pelaksanaan pendidikan tidak sempurna, maka pelaksanaan pendidikan khususnya proses pembelajaran tidak berlangsung efesien. Jika demikian, maka hasil dari proses pendidikan itu belum dapat relevan dengan kebutuhan masyarakat pembangunan.

Minggu, 20 Maret 2016

MAKALAH PENDIDIKAN KEJURUAN DI INDONESIA



KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan hidayah-Nya yang telah dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Pendidikan Kejuruan di Indonesia”. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Pendidikan Kejuruan.
Penulis menyadari sepenuhnya masih banyak terdapat kekurangan dalam penyusunan makalah ini, baik dari segi isi maupun penulisannya. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun senantiasa penulis harapkan demi penyempurnaan makalah ini dimasa yang akan datang.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih atas segala bantuan semua pihak sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis, pembaca maupun pihak-pihak yang membtuhkan.
Wassalamualaikum Wr.Wb.         






                                                                                              Makassar, 04 Maret 2016


                                                                                              Penulis








BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Memasuki era global, dunia pendidikan di Indonesia pada saat ini dan yang akan datang masih menghadapi tantangan yang semakin berat serta kompleks. Indonesia harus mampu bersaing dengan negara-negara lain, baik dalam produk, pelayanan, maupun dalam penyiapan sumber daya manusia. Pendidikan kejuruan sebagai salah satu sub sistem dalam sistem pendidikan nasional diharapkan mampu mempersiapkan dan mengembangkan SDM yang bisa bekerja secara profesional di bidangnya, sekaligus berdaya saing dalam dunia kerja. Namun dalam perjalanannya pendidikan kejuruan tetaplah dihadapkan pada  segenap tantangan, diantaranya adalah perubahan ketenagakerjaan yang begitu cepat, stigma negatif SMK yang masih melekat sehingga menghambat kemajuan pendidikan kejuruan itu sendiri, ketersediaan sarana dan prasarana, dan permasalahan-permasalahan lain yang menuntut segera diatasi ditengah arus globalisasi ini.
Globalisasi adalah suatu proses tatanan masyarakat yang mendunia dan tidak mengenal batas wilayah. Pada era ini setiap negara akan mudah memasuki Indonesia dan berinvestasi di negeri ini sehingga akan membawa pengaruh pula terhadap jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia. Era pasar bebas juga merupakan tantangan bagi dunia pendidikan Indonesia, khususnya pendidikan kejuruan dalam mempersiapkan lulusan yang mampu berdaya saing. Untuk menghadapi pasar global maka kebijakan pendidikan nasional harus dapat meningkatkan mutu pendidikan kejuruan, baik akademik maupun non-akademik, dan memperbaiki manajemen pendidikan agar lebih produktif dan efisien serta memberikan akses seluas-luasnya bagi masyarakat untuk mendapatkan pendidikan. Oleh sebab itulah bangsa dan pendidikan kejuruan khususnya dituntut untuk mampu mencetak SDM yang berkualitas dan bermoral yang dipersiapkan untuk terlibat dan berkiprah dalam kancah globalisasi.
B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apa yang dimaksud pendidikan kejuruan?
2.      Apa fungsi dan tujuan pendidikan kejuruan?
3.      Bagaimana implementasi pendidikan teknologi kejuruan di indonesia?
4.      Apa saja permasalahan di SMK serta bagaimana solusinya?







BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN PENDIDIKAN KEJURUAN
Menurut Djojonegoro (1998), pendidikan kejuruan adalah bagian dari sistem pendidikan yang mempersiapkan orang agar lebih mampu bekerja pada satu kelompok pekerjaan atau satu bidang pekerjaan daripada bidang lainnya.
Menurut Evans (dalam Muliaty, 2007: 7) pendidikan kejuruan merupakan bagian dari sistem pendidikan yang mempersiapkan seseorang agar lebih mampu bekerja pada satu kelompok pekerjaan atau satu bidang pekerjaan daripada bidang-bidang pekerjaan lain. 
Sebelumnya Hamalik (2001:24) juga menyatakan bahwa pendidikan kejuruan adalah suatu bentuk pengembangan bakat, pendidikan dasar keterampilan dan kebiasaan-kebiasaan yang mengarah pada dunia kerja yang dipandang sebagai latihan keterampilan.  Sedangkan Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional: "Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan yang mempersiapkan siswa untuk bekerja dalam bidang tertentu". Arti pendidikan kejuruan ini telah dijabarkan lebih spesifik dalam Peraturan Nomor 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah yaitu: "Pendidikan menengah kejuruan adalah pendidikan pada jenjang pendidikan menengah yang mengutamakan pengembangan kemampuan siswa untuk pelaksanaan jenis pendidikan tertentu".
Meskipun definisi-definisi diatas berbeda-beda namun pada prinsipnya memiliki tujuan yang sama yaitu mencetak individu-individu yang siap bersaing didunia industri. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan kejuruan adalah suatu sistem pendidikan yang mempersiapkan siswa atau individu-individu untuk memasuki dunia kerja dan menjadi manusia yang produktif dan memiliki skill.

B.     FUNGSI DAN TUJUAN PENDIDIKAN KEJURUAN
1.      Fungsi
Pendidikan kejuruan memiliki multi-fungsi yang kalau dilaksanakan dengan  baik akan berkontribusi besar terhadap pencapaian tujuan pembangunan nasional. Fungsi-fungsi dimaksud antara lain meliputi :
1)      Sosialisasi, yaitu transmisi nilai-nilai yang berlaku serta norma-normanya sebagai konkrititasi dari nilai-nilai tersebut. Nilai-nilai yang dimaksud adalah teori ekonomi, solidaritas, religi, seni, dan jasa yang cocok dengan konteks Indonesia.
2)      Kontrol Sosial, yaitu kontrol perilaku agar sesuai dengan nilai sosial beserta norma-normanya, misalnya kerjasama, keteraturan, kebersihan, kedisiplinan, kejujuran dan sebagainya.
3)      Seleksi dan alokasi, yaitu mempersiapkan, memilih dan menempatkan calon tenaga kerja sesuai dengan tanda-tanda pasar kerja, yang berarti bahwa  pendidikan kejuruan harus berdasarkan ”demand-driven.”
4)      Asimilasi dan konservasi budaya, yaitu abosrbsi terhadap kelompok-kelompok lain dalam masyarakat, serta memelihara kesatuan dan persatuan budaya.
5)      Mempromosikan perubahan demi perbaikan, yaitu pendidikan tidak sekedar  berfungsi mengajarkan apa yang ada, tetapi harus berfungsi sebagai ”pendorong  perubahan.”
Dapat diringkas bahwa pendidikan kejuruan berfungsi sekaligus sebagai ”akulturasi” (penyesuaian diri) dan ”enkulturasi” (pembawa perubahan). Karena itu,  pendidikan kejuruan tidak hanya adaptif terhadap perubahan, tetapi juga harus antisipatif.

2.      Tujuan
UUSPN No. 20 tahun 2003 pasal 15, menyatakan pendidikan menengah kejuruan bertujuan untuk menyiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu. Tujuan tersebut dapat dijabarkan lagi oleh Dikmenjur (2003) menjadi tujuan umum dan tujuan khusus, sebagai berikut :
Tujuan umum, sebagai bagian dari sistem pendidikan menengah kejuruan SMK bertujuan :
1)      Menyiapkan peserta didik agar dapat menjalani kehidupan secara layak,
2)      Meningkatkan keimanan dan ketakwaan peserta didik,
3)      Menyiapkan peserta didik agar menjadi warga negara yang mandiri dan bertanggung jawab,
4)      Menyiapkan peserta didik agar memahami dan menghargai keanekaragaman budaya bangsa indonesia,
5)      Menyiapkan peserta didik agar menerapkan dan memelihara hidup sehat, memiliki wawasan lingkungan, pengetahuan dan seni.
Tujuan khusus, SMK bertujuan :
1)      Menyiapkan peserta didik agar dapat bekerja, baik secara mandiri atau mengisi lapangan pekerjaan yang ada di dunia usaha dan industri sebagai tenaga kerja tingkat menengah, sesuai dengan bidang dan program keahlian yang diminati
2)      Membekali peserta didik agar mampu memilih karir, ulet dan gigih dalam berkompetensi dan mampu mengembangkan sikap profesional dalam bidang keahlian yang diminati,
3)      Membekali peserta didik dengan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) agar mampu mengembangkan diri sendiri melalui jenjang pendidikan yang lebih tinggi
Kompetensi lulusan pendidikan kejuruan sebagai subsistem dari sistem pendidikan nasional menurut Depdikbud (2001) adalah :
1)      Penghasil tamatan yang memiliki keterampilan dan penguasaan IPTEK dengan bidang dari tingkat keahlian yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan,
2)      Penghasil tamatan yang memiliki kemampuan produktif, penghasil sendiri, mengubah status tamatan dari status beban menjadi aset bangsa yang mandiri,
3)      Penghasil penggerak perkembangna industri Indonesia yang kompetitif menghadapi pasar global
4)      Penghasil tamatan dan sikap mental yang kuat untuk dapat mengembangkan dirinya secara berkelanjutan.
Dikmenjur (2000) mengatakan bahwa hasil kerja pendidikan harus mampu menjadi pembeda dari segi unjuk kerja, produktifitas, dan kualitas hasil kerja dibandingkan dengan tenaga kerja tanpa pendidikan kejuruan. Jadi pendidikan kejuruan adalah suatu lembaga yang melaksanakan proses pembelajaran keahlian tertentu beserta evaluasi berbasis kompetensi, yang mempersiapkan siswa menjadi tenaga kerja setingkat teknisi.

C.    IMPLEMENTASI PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN DI INDONESIA
Penyelengaraan pendidikan kejuruan di indonesia sudah ada sejak lama,sejarahnya adalah sebagai berikut:
·                  Sekolah kejuruan pertama pada tahun 1853 dibangun oleh Belanda yang bernama sekolah pertukangan Surabaya(Ambacht School van Soerabaia)
·                  Di bandung dibuka ambacht school and ambacht leergang yang kemudian menjadi sekolah teknik ciroyom.
·                  Kemudian pendidikan kejuruan di indonesia berkembang menjadi pendidikan kejuruan seperti saat ini.
Penerapan PTK( Pendidikan Teknologi Kejuruan) di Indonesia saat ini didasari oleh undang–undang no. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas,dimana dalam pelaksanaannya menggunakan prinsip-prinsip Pendidikan Kejuruan menurut Charles Prosser yang dikenal sebagai 16 filosofi PTK. Namun dalam pelaksanaannya semua prinsip-prinsip tersebut belumlah dapat terpenuhi seluruhnya dikarenakan berbagai masalah diantaranya kurangnya peralatan, manajemen, biaya, dll. Selain mengadopsi prinsip-prinsip tersebut di Indonesia juga mengadopsi system pendidikan yang dilakukan di jerman yaitu pendidikan system ganda (PSG) dimana para siswa tidak hanya belajar di sekolah namun juga belajar di tempat industry,sehingga diharapkan para siswa bisa mengetahui dan beradaptasi dengan situasi dunia kerja yang nyata dan diharapkan dapat menyerap ilmu pengetahuan dan menjadikannya bekal untuk berkarya di masa yang akan datang. Namun dalam pelaksanaannya pun masih mengalami banyak kendala diantaranya masih rendahnya kesadaran para wirausahawan terhadap dunia pendidikan, sehingga kadang para siswa masih sulit mendapatkan tempat praktik industry,dll.
Terdapat tiga model penyelenggaraan pendidikan kejuruan, sebagaimana dikemukakan oleh Hadi (dalam Muliaty, 2007:8-9).
·         Model 1
Dalam model ini, pemerintah tidak memiliki peran, atau perannya hanya bersifat marginal dalam proses kualifikasi pendidikan kejuruan.  Model ini sifatnya liberal, namun tetap berorientasi pada pasar (market-oriented model) permintaan tenaga kerja.  Perusahaan-perusahaan sebagai pemeran utama juga dapat menciptakan desain pendidikan kejuruan yang tidak harus berdasarkan pada prinsip pendidikan yang bersifat umum karena dalam hal ini perusahaan sebagai sponsor dan pendukung dana sehingga pemerintah dalam hal ini tidak memiliki pengaruh kuat dalam melakukan intervensi atau campurtangan terhadap perusahaan. Negara-negara yang menganut model ini adalah Inggris, Amerika Serikat dan Jepang.
·         Model 2
Model ini disebut juga model sekolah (school model), yang bersifat birokrat. Dalam hal ini, pemerintah sendiri yang melakukan perencanaan, pengorganisasian dan memantau pelaksanaan pendidkan kejuruan.  Seperti menentukan jenis pendidikan apa yang harus dilaksanakan di perusahaan, bagaimana desain silabusnya, begitu pula dalam hal pendanaan dan pelatihan yang harus dilaksanakan oleh perusahaan tidak selalu berdasarkan permintaan kebutuhan tenaga kerja ataupun jenis pekerjaan saat itu. Walaupun model ini disebut school model, namun pelatihan dapat dilaksanakan sepenuhnya di perusahaan. Beberapa negara seperti Perancis, Italia, Swedia serta banyak negara-negara lain melaksanakan model ini.
·         Model 3
Model ini disebut juga model pasar dikontrol pemerintah (state controlled market) dan model sistem ganda (dual system) yang sistem pembelajarannya dilaksanakan di dua lokasi, yaitu di sekolah kejuruan dan di mitra kerja (dunia usaha dan industri) yang keduanya saling membantu dalam menciptakan kemampuan kerja lulusan yang handal.  Negara yang menggunakan sistem ini diantaranya Swiss, Austria, Jerman.

Indonesia sempat menerapkan model pendidikan sistem ganda di Indonesia(model 3), namun  gagal diterapkan secara optimal dan menyeluruh di semua SMK, karena kesulitan mencari mitra industri yang mau diajak kerja sama. Saat ini yang terlaksana hanya on the job training, dan model pendidikan kejuruan yang diterapkan adalah model sekolah (school model).

D.    PERMASALAHAN DI SMK DAN SOLUSINYA SERTA SISTEM MANAJEMEN SEKOLAH YANG BAIK
a.       Peminat kurang
Peminat SMK memiliki nilai yang rendah karena pencitraan SMK yang kurang baik. Selama ini masyarakat memandang bahwa SMA lebih bagus dari pada SMK. Anggapan ini berdampak pada minat masyarakat untuk  memasukkan anaknya ke SMK. Padahal tidak semua SMA lebih bagus daripada SMK. Banyak SMK yang memiliki keunggulan lebih bila dibandingkan dengan SMA. Untuk mengatasi rendahnya minat masyarakat pada SMK, maka perlu untuk melakukan pencitraan yang lebih baik dari sebelumnya dengan mengedepankan keunggulan-keunggulan yang dimiliki serta rencana pengembangan sekolah yang visioner. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah mengikuti Lomba Keterampilan Siswa (LKS) SMK. LKS SMK ini dipandang penting dalam upaya meningkatkan kapasitas siswa SMK agar nantinya lebih siap merebut peluang kesempatan kerja yang jumlahnya terbatas, sementara peminatnya besar dan LKS diharapkan dapat meningkatkan citra SMK dan mepromosikan perkembangan kualitas perfomen kerja yang dimiliki siswa.
b.      Sarana dan prasarana belum memadai
Sarana dan prasarana merupakan penunjang yang penting dalam kegiatan belajar mengajar seperti gedung, alat peraga dan praktek serta laboratorium. Faktor lainnya yang juga menentukan kualitas lulusan SMK atau perguruan tinggi teknik adalah sarana dan prasarana. Jika standar tersebut belum terpenuhi para siswa tidak dapat mempraktekkan atau latihan untuk menerapkan ilmu yang telah diperolehnya dari guru.
Jika sekolah tidak memiliki atau kekurangan fasilitas praktik maka akan menimbulkan kesenjangan antara pemahaman teori dan praktik yang pada akhirnya akan menghasilkan mutu lulusan yang rendah. Praktik merupakan kegiatan yang tidak terpisahkan dalam proses belajar mengajar di pendidikan kejuruan.
Oleh karena itu, pihak sekolah diharapkan mampu mengembangkan kerjasama dengan dunia usaha/industri serta memperluas akses guna memberikan informasi peluang kerja bagi siswa di SMK.
c.       Kurangnya guru yang berkompeten di bidangnya
Berdasarkan Undang-undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 yang dimaksud dengan guru yang berkualitas adalah guru yang profesional. Banyak guru di SMK yang kurang berkompeten pada mata pelajaran yang diampunya. Hal ini terjadi karena kurangnya guru yang berkompeten untuk mengampu pelajaran tertentu. Sehingga kegiatan belajar mengajar terjadi apa adanya (menggugurkan kewajiban mengajar/ pemenuhan posisi pengajar saja). Oleh karena itu, untuk menanggapi masalah tersebut, perlu perekrutan guru secara cermat dan sesuai dengan kebutuhan.
d.      Biaya operasional tidak memadai
Inilah pentingnya menjalain hubungan kerjasama dengan dunia usaha dan industri yaitu dapat membantu pendanaan operasional sekolah. Sekolah memerlukan adanya wadah antara dunia industri dengan dunia pendidikan yang menyediakan program pembelajaran berorientasi kerja. Kerjasama tersebut diharapkan mampu memberikan bantuan pendanaan dalam melaksanakan program keahlian yang optimal. Selain itu, dapat menggunakan dana BOS. Menurut hasil beberapa survei, jumlah BOS tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pengeluaran pendidikan yang sebenarnya. Banyak Kabupaten/Kota bersedia membiayai kekurangan ini tetapi mereka tidak mengetahui cara menghitungnya. Analisis Anggaran Pendidikan dan Biaya Satuan Operasional Sekolah (BOSP), yang difasilitasi oleh DBE1-USAID, mendorong dinas pendidikan kabupaten dan pemangku kepentingan terkait untuk menganalisis biaya satuan pendidikan sebagai dasar untuk menentukan alokasi pendidikan secara keseluruhan per Kabupaten/Kota. Hasil analisis ini digunakan untuk mengetahui apakah terjadi kekurangan dana terutama ketika dana BOS tidak cukup untuk menutupi biaya-biaya. Kekurangan dana dapat ditutupi dengan dana APBD kabupaten atau provinsi atau dengan sumbangan dari masyarakat.
e.       Mutu lulusan rendah
Untuk menciptakan mutu lulusan yang baik maka SMK atau lembaga perguruan tinggi perlu memperbanyak praktek kerja di industri, jika praktek kerja diindustri tidak ada atau sedikit mutu lulusan yang dihasilkan juga kurang bagus. Peran industri semakin penting  karena perkembangan teori pendidikan dan pembelajaran kejuruan lebih banyak menempatkan DU/DI sebagai tempat belajar cara kerja yang efektif.
f.       Daya serap industry dan wirausahawan rendah
Daya serap lulusan SMK terhitung rendah karena kompetensi yang dimiliki siswa kurang memadai, selain itu karena jumlah industry yang memperkerjakan lulusan SMK tidak terlalu banyak. Terlepas dari daya serap industry, salah satu luaran SMK adalah harus dapat berwiraswasta, namun sayangnya tidak banyak juga lulusan SMK yang dapat berwiraswasta dikarenakan rendahnya kreatifitas yang dimiliki lulusan SMK.
Sebagai calon tenaga profesional, siswa atau mahasiswa selain dituntut untuk menguasai kopetensi-kompetensi yang diberikan, juga dituntut untuk menjadi seorang individu yang kreatif, sehingga dapat menghasilkan inovasi-inovasi baru, baik itu dalam menghasilkan produk atau memberikan pelayanan berupa jasa. Disamping itu, selain disiapkan untuk menjadi calon tenaga profesional, dalam pendidikan formalnya seorang siswa atau mahasiswa juga dibekali pengetahuan dan keahlian untuk berwiraswasta.
g.      System manajemen yang digunakan
System manajemen yang akan digunakan adalah system Management Berbasis Sekolah (MBS), yaitu model pengelolaan yang memberikan kemandirian kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan secara langsung semua warga sekolah sesuai dengan standar pelayanan mutu yang ditetapkan oleh pemerintah pusat, Provinsi, Kabupaten dan Kota. Pada prinsipnya MBS bertujuan untuk memberdayakan sekolah dalam menetapkan berbagai kebijakan internal sekolah yang mengarah pada peningkatan mutu dan kinerja sekolah secara keseluruhan. MBS merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mencapai keunggulan masyarakat bangsa dalam penguasaan ilmu dan teknologi, yang dinyatakan dalam GBHN. MBS merupakan respon pemerintah terhadap gejala-gejala yang muncul di masyarakat, bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan. peningkatan efisiensi, antara lain, diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumber daya partisipasi masyarakat dan penyederhanaan birokrasi. Sementara peningkatan mutu dapat diperoleh, antara lain, melalui partisipasi orang tua terhadap sekolah, fleksibilitas pengelolaan sekolah dan kelas, peningkatan profesionalisme guru dan kepala sekolah. Peningkatan pemerataan antara lain diperoleh melalui peningkatan partisipasi masyarakat yang memungkinkan pemerintah lebih berkonsentrasi pada kelompok tertentu.






BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Pendidikan kejuruan sebagai salah satu sub sistem dalam sistem pendidikan nasional diharapkan mampu mempersiapkan dan mengembangkan SDM yang produktif dan memiliki skill seta bermoral sehingga bisa bekerja secara profesional di bidangnya, sekaligus berdaya saing dalam dunia kerja yang semakin menuntut akan kualitas SDM. Pendidikan kejuruan juga dibuat untuk melatih peserta didik agar dapat menyesuaikan diri dan membawa perubahan positif bagi kemajuan bangsa dengan potensi-potensi yang dimilikinya.
Dalam perjalanannya pendidikan kejuruan tak lepas dari tantangan, diantaranya adalah stigma negatif SMK yang masih melekat sehingga menghambat kemajuan pendidikan kejuruan itu sendiri, ketersediaan sarana dan prasarana, tenaga didik yang kurang kompeten dalam bidangnya, daya serap industri dan wirausahawan rendah, serta permasalahan-permasalahan lain yang menuntut untuk segera diatasi. Oleh karena itu dibutuhkan kerjasama baik pemerintah, pihak sekolah dan pihak DU/DI, dan pihak-pihak yang terlibat didalamnya untuk menciptakan sistem pendidikan kejuruan yang lebih produktif dan efesien sehingga bisa mencetak SDM yang bisa bersaing dan memenuhi tantangan dalam pasar global.

B.     SARAN
Baik pemerintah, pihak sekolah maupun peserta didik itu sendiri harus lebih sadar dengan perannya masing-masing sebagai pelaku pendidikan dan dapat bekerja sama dalam membangun dan mengembangkan sistem pendidikan kejuruan yang produktif dan efesien untuk mencetak SDM yang berkualitas dan kompeten dalam bidangnya. Tentunya semua itu tidak akan terwujud tanpa dukungan dan kerjasama dari masyarakat.





DAFTAR PUSTAKA

Arsa, Rai. 2013. “PENDIDIKAN KEJURUAN DI INDONESIA”. http://raiarsa.blogspot.co.id/, diakses 04 Maret 2016


Inakharina. 2012. “Pengertian pendidikan menurut beberapa ahl”. https://inakharina.wordpress.com/, diakses 04 Maret 2016

 

Maurengitta, 2012. “SMK dan Permasalahannya (2)”, http://maurengitta.blogspot.co.id, diakses 04 Maret 2016


Patra, Angga. 2014.PENGERTIAN KEJURUAN, TEKNOLOGI, VOKASI BESERTA PERSAMAAN DAN PERBEDAANYA”.  http://anggapatra.blogspot.co.id/,  diakses 04 Maret 2016


Rimbani, Ririn. 2011. “KUALITAS PENDIDIKAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN”. http://riringombloh.blogspot.co.id, diakses 04 Maret 2016


Salam, Akbar Robi. 2012. “Makalah pendidikan kejuruan di indonesia”. http://bujang-blagak.blogspot.co.id/, diakses 04 Maret 2016


Wakhinuddin. 2009. “PENDIDIKAN KEJURUAN”. https://wakhinuddin.wordpress.com/, diakses 04 Maret 2016